Beberapa waktu lalu, gue asik mantengin Timeline di twitter. Hampir setiap hari gue enggak bisa lepas dari twitter. Cuma dari twitter, gue bisa lihat kebebasan. Semua bebas blak-blakan mengungkapkan apa yang mereka rasain tanpa harus menutup-nutupi. Semua lebih terlihat demokrasi, semua berkicau. Bahkan masalah besar pun bisa jadi tontonan menarik di timeline. Semua bisa tau masalah si A hingga si Z. Bahkan gue bisa sadar, lewat 140 karakter kita bisa tau karakter manusia yang sesungguhnya. Dibeberapa sudut timeline, malam itu gue liat salah satu update si @poconggg. Kebetulan doi emang hantu lajang yang punya harga diri rendah dan cukup fenomenal di twitter belakangan ini. Dia abis bikin buku, Poconggg juga pocong namanya. Malem itu dia ngetwit salah satu petikan kalimat dari bukunya:
"Sedekat apapun teman, ketika sudah berpisah sekolah.. Suatu saat akan saling melupakan satu sama lain. itulah dinamika pertemanan."
"Sedekat apapun teman, ketika sudah berpisah sekolah.. Suatu saat akan saling melupakan satu sama lain. itulah dinamika pertemanan."
*JLEB* momentnya pas, dikasih gula dikit langsung kerasa momentnya. Waktu itu-kalo-enggak-salah tepat beberapa hari setelah pisah kelas, yang udah pasti perkuliahan di semester dua selesai. Dilanjut libur hampir dua bulan lebih kemudian masuk lagi di semester baru. Jadi, cerita ini adalah cerita flashback gue-sama temen-temen kelasan gue di tingkat satu. Karena, ditingkat inilah gue nemuin hal-hal baru ketika gue ngerasa udah jadi pribadi yang "dewasa". Ditingkat ini juga gue nemuin segala hal yang "tulus" dari pertemanan, kepolosan dalam arti lain sebagai sesuatu yang bener-bener bukan fake tapi emang begitu adanya. Mengalir, beradaptasi satu sama lain. Mengenal, mendalami materi baru, bertarung melawan setiap bagian ujian dan mengenal apa-itu-mahasiswa dan bagaimana kita semua menjalani hidup-sebagai-mahasiswa. Awalnya gue engga pernah sedikitpun kepikiran untuk masuk Gunadarma. Sugesti gue selalu mengarah ke UI-Komunikasi. Tapi singkatnya, semesta sudah mengatur ini semua. Gue harus masuk kedalam ruang lingkup dunia IT yang sedikitpun enggak pernah kepikiran di otak gue sebelumnya. Kesan pertama masuk kuliah canggung, pastinya. Gue paling sulit beradaptasi sama dunia yang bener-bener baru. Yang gue tau pagi itu, gue mahasiswa baru di kelas 1IA03. Kelas pertama ada di ruang G127. Iya, gue masih inget hari itu. Semua masih saling jaim, tapi gue masih bisa liat beberapa kesempatan ada yang maksa buat saling mengenal satu sama lain. Mungkin karena waktu itu ada rasa bangga menyandang gelar "mahasiswa baru" sampe hal kenalan-satu-sama-lain pun dibuat kritis. Gue duduk dibagian kiri baris kedua dari belakang. Mojok. Persis anak autis. Yang gue tau dikelas itu, ada dua orang temen jaman SMP gue, Arif & Firman. Selebihnya persis segerombolan anak STM yang pindah kelas. Iya, kesan pertama gue kelas ini kayak STM, ceweknya sekitar 9 orang, sisanya batangan semua. Gue diem, liatin jendela disamping. Pandangan gue kearah parkiran motor kampus G. Ketutup beberapa ranting pohon palm yang emang sengaja ditanem dibeberapa sudut kampus G. Panas! Kelas ini panas banget. Ada dua AC tapi cuma jadi pajangan tolol. Konyolnya ada kabel yang sengaja ngegantung tapi enggak ada aliran listrik yang masuk. Gue senewen, persis Ki Joko Bodo kalo lagi sakit migran. Gue sempet keluar kelas, koridor keliatan rame, bener-bener rame. Mungkin mau pada tebar pesona. Makin lama kelas makin rame. Kepala Botak makin banyak. Disini, mahasiswa baru harus dibotakin. Beberapa menit setelah itu ada dua cewek jilbab masuk berbarengan, yang sekarang gue tau itu Cae sama Mbae (Nur). Sejam lewat. Nunggu. Ruangan panas. Ditambah euforia perkenalan baru yang kerasa kaku. Jam 08:15 wib, wanita tua berkerudung kuning masuk membawa map berwarna kuning. Mata kuliah pertama dimulai, ada rasa histeris dari gue sendiri. Dari situlah, dari kelas ini, dari jam itu, semua kisah ini dimulai...
Ruang G127
Pagi itu dibuka dengan mata kuliah KWN. Mata kuliah perdana kami sebagai mahasiswa. Wanita paruh baya yang memiliki kesan pertama sebagai wanita "keibuan" yang mampu membimbing kami-mahasiswa-polos selama 6 bulan kedepan. Tapi semua itu kamuflase antonim. Dia penguasa, kami TKI. Dia Putri Salju, kami 7 kurcaci. Ibu itu adalah.. emm, sebut saja Mawar. Pagi itu tidak ada materi, hanya perkenalan kecil satu sama lain. Satu kalimat yang terus gue inget pagi itu, dia bilang "tak kenal maka tak sayang" untunglah kita enggak saling sayang. Perkenalan dimulai dari deret terdepan, grup cewek-cewek 1IA03. Wanita putih berkacamata, dari tempat duduk, gue cuma bisa liat secuil pupil matanya yang hitam (baca: sipit akut). Debby. Namanya Debby. Dia orang pertama yang membuka perkenalan. Dilanjut ke sampingnya, terus kesampingnya dan terus bergulir. Ditengah perkenal, dua orang siswa masuk. Satu cowok berbadan gempal dengan rambut persis wig gagal produksi, satu lagi cewek berhidung prosotan water boom (baca: mancung akut) wajah arab. Tomboy. Jihan, dia Jihan. Yang sekarang jadi sahabat gue, adik gue. Perkenalan terus bergulir, gue-masih-diem-kayak-anak-autis-nahan-boker. Sesekali gue denger alesan demi alesan anak-anak masuk IT. Yang gue tangkep ada yang mau jadi hacker, programming, web disain, tukang kredit panci. *abaikan*
Sampe akhirnya perkenalan itu tiba di gue. Gue, diem. Berdiri, gue mulai ngomong. Semua ngeliat ke satu sudut, gue. Termasuk ibu Mawar. Gue mulai memperkenalkan diri.
"Saya Yundai. Dari SMA Tugu Ibu, Depok. Cita-cita saya.. emm, saya.. mau bergabung menjadi bagian dari crew Trans Tv."
Tegas gue dibagian kata Trans Tv. Beberapa tepuk tangan, beberapa nyeletuk kata "weeettseehh", beberapa diem. Gue gak tau diem kenapa. Apa karena nahan boker atau mandang dengan masang tatapan 'sumpeh-lo' nya ke gue. Semua terus memberikan perkenalan mereka. Sampe dideret terakhir, Jihan. Satu-satunya yang random abis jawab cita-citanya.
"Saya Jihan, cita-cita... mau jadi dokter anak."
*hening*
*masih hening*
Ruang G127
Pagi itu dibuka dengan mata kuliah KWN. Mata kuliah perdana kami sebagai mahasiswa. Wanita paruh baya yang memiliki kesan pertama sebagai wanita "keibuan" yang mampu membimbing kami-mahasiswa-polos selama 6 bulan kedepan. Tapi semua itu kamuflase antonim. Dia penguasa, kami TKI. Dia Putri Salju, kami 7 kurcaci. Ibu itu adalah.. emm, sebut saja Mawar. Pagi itu tidak ada materi, hanya perkenalan kecil satu sama lain. Satu kalimat yang terus gue inget pagi itu, dia bilang "tak kenal maka tak sayang" untunglah kita enggak saling sayang. Perkenalan dimulai dari deret terdepan, grup cewek-cewek 1IA03. Wanita putih berkacamata, dari tempat duduk, gue cuma bisa liat secuil pupil matanya yang hitam (baca: sipit akut). Debby. Namanya Debby. Dia orang pertama yang membuka perkenalan. Dilanjut ke sampingnya, terus kesampingnya dan terus bergulir. Ditengah perkenal, dua orang siswa masuk. Satu cowok berbadan gempal dengan rambut persis wig gagal produksi, satu lagi cewek berhidung prosotan water boom (baca: mancung akut) wajah arab. Tomboy. Jihan, dia Jihan. Yang sekarang jadi sahabat gue, adik gue. Perkenalan terus bergulir, gue-masih-diem-kayak-anak-autis-nahan-boker. Sesekali gue denger alesan demi alesan anak-anak masuk IT. Yang gue tangkep ada yang mau jadi hacker, programming, web disain, tukang kredit panci. *abaikan*
Sampe akhirnya perkenalan itu tiba di gue. Gue, diem. Berdiri, gue mulai ngomong. Semua ngeliat ke satu sudut, gue. Termasuk ibu Mawar. Gue mulai memperkenalkan diri.
"Saya Yundai. Dari SMA Tugu Ibu, Depok. Cita-cita saya.. emm, saya.. mau bergabung menjadi bagian dari crew Trans Tv."
Tegas gue dibagian kata Trans Tv. Beberapa tepuk tangan, beberapa nyeletuk kata "weeettseehh", beberapa diem. Gue gak tau diem kenapa. Apa karena nahan boker atau mandang dengan masang tatapan 'sumpeh-lo' nya ke gue. Semua terus memberikan perkenalan mereka. Sampe dideret terakhir, Jihan. Satu-satunya yang random abis jawab cita-citanya.
"Saya Jihan, cita-cita... mau jadi dokter anak."
*hening*
*masih hening*
Pojok kiri kelas. Tempat duduk pertama gue, Ibnu, Jihan, Windu, Tito
Singkatnya lagi, gue duduk dibagian belakang. Diantara orang-orang yang sekarang jadi sahabat gue. Gue baru sadar, gue sederet sama Ibnu. Darah Flores yang nyasar ke Depok membawa dua harta paling berharga dalam hidupnya, contact lense dan rambut ikalnya. Seiring berjalannya waktu, gue dan yang lain sadar, kalo rambutnya yang ikal bisa menimbun kekayaan. Ralat, maksud gue ngumpetin benda-benda klenik. Ajaib, bener-bener ajaib. Paling susah kalo diajak kongkow. Terakhir diajakin nonton Band Gigi di kampus D, dia cuma jawab "Gueh sih gak bakalan dateng. Gueh dateng kalo yang perform Mulan Jameela." Dia anak Republik Cinta. Atau mungkin anak alay dahsyat yang tiap on air pake topeng power ranger buat nutupin mukanya. Tapi gak mungkin. Ibnu terlalu gaul buat jadi alay, nanti jadinya alay gaul. Dia nongkrong di sevel, gue ngamen di stasiun. Dia makan eskrim magnum, gue ngemut kue putu. Kesenjangan sosial, drastis abis. Kalo balik kampus, gue selalu kearah yang sama. Gue ke tanah baru, dia ke Gandul. Numpang idup di rumah ceweknya, eh atau mungkin jadi tukang cuci baju gue juga enggak tau. Kalo balik, gue sama si Ibnu pasti lewat UI. Gue selalu jailin anak-anak UI bareng dia. contohnya gue suka teriakin orang-orang disekitaran UI belaga sok kenal. Gak ngerti juga biar dikata anak UI atau apa, benang merahnya sih kita sarap. Gue inget ada satu cewek gempal duduk di Halte UI, terus si Ibnu dengan PD akutnya benerin jambul serepet jebretnya, sambil buka kaca helm "Heeeeii... akooh duluwan yuaa!" terakhir gue liat si cewek gempal kejang-kejang. Lain lagi Windu. Bongsor abis. Gue kalo ngobrol harus ngedangak dulu baru bisa ngobrol. Mau nyari meja buat naik kelamaan, yaudah gue jingjit. Kalo dia jalan bumi bergetar, angin ribut disana sini, petir datang *ini cuma bayangan gue tentang sinema laga indosiar* Windu duduk persis di belakang gue. Gue pikir tadinya senior yang ngulang kelas, ternyata satu angkatan. Windu sohib gue yang berotak encer. Enggak seencer ingus gue juga kalo lagi pilek. Kasarnya, merem pun bisa jalan sambil koprol. Dia juga salah satu sahabat gue di bangku kuliah. Sampe sekarang suka manggil "brah". Bukan bra. Kata sapaan seorang sahabat yang bakalan selalu gue inget sampe kapan pun.
Jihan, sahabat gue. Sama seperti Ibnu dan Windu. Mungkin Jihan hadir untuk menjadi pelengkap tulang rusuknya Windu. Bukan! Windu gak punya kelainan tulang rusuk. Maksud gue, Jihan adalah orang yang semesta pilih untuk bertemu dengan Windu di abad 21. Seseorang yang telah terseleksi oleh alam untuk melengkapi hidupnya Windu, menjadi bagian yang diikat oleh sebuah perasaan, yang kita tau itu sebagai cinta. Mereka cukup lama berpacaran. Iya, gue punya sahabat sepasang kekasih. Mau dari pihak cewek atau cowok, keduanya sahabat gue. Sahabat terbaik gue. Sahabat yang udah gue anggep kayak sodara sendiri. Jihan tipikal cewek tomboy, enggak sepenuhnya tomboy. Coba aja lo ambil kucing, terus lo lempar ke Jihan. 5 menit kemudian lo masuk ruang UGD. Jihan takut kucing, ampun-ampunan. Windu suka kucing. Bertolak belakang abis. Tapi mereka serasi. Gue juga gak tau liat dari sisi mana, tapi mereka serasi. Ada sesuatu yang mereka punya, yang pasangan lain gak punya. Sesuatu yang spesial. Lebih dari martabak spesial. Gue juga kenal sama keluarganya Jihan. Gue ada sedikit darah arab, Jihan penuh. Gue sama temen-temen yang lain punya tempat favorit kalo main ke Ciangsana, rumah Jihan. Ada satu kali besar dimana lo bebas berenang sesuka hati. Bergaya duyung juga gapapa, terserah. Dari situ langsung cabut ke tukang roti bakar deket rumah Jihan. Sore hari, ditemenin teh hangat, moment yang gak akan pernah gue lupain bareng mereka semua.
Obrolan pertama kami, diakhir mata kuliah PTKI. Hari itu, Pak Priyo membagi kelompok untuk mata kuliahnya. Dari situlah, gue mulai bersahabat dengan mereka. Persis di depan pintu G127, dilorong lantai itu. Persahabatan kami dimulai.
Singkatnya lagi, gue duduk dibagian belakang. Diantara orang-orang yang sekarang jadi sahabat gue. Gue baru sadar, gue sederet sama Ibnu. Darah Flores yang nyasar ke Depok membawa dua harta paling berharga dalam hidupnya, contact lense dan rambut ikalnya. Seiring berjalannya waktu, gue dan yang lain sadar, kalo rambutnya yang ikal bisa menimbun kekayaan. Ralat, maksud gue ngumpetin benda-benda klenik. Ajaib, bener-bener ajaib. Paling susah kalo diajak kongkow. Terakhir diajakin nonton Band Gigi di kampus D, dia cuma jawab "Gueh sih gak bakalan dateng. Gueh dateng kalo yang perform Mulan Jameela." Dia anak Republik Cinta. Atau mungkin anak alay dahsyat yang tiap on air pake topeng power ranger buat nutupin mukanya. Tapi gak mungkin. Ibnu terlalu gaul buat jadi alay, nanti jadinya alay gaul. Dia nongkrong di sevel, gue ngamen di stasiun. Dia makan eskrim magnum, gue ngemut kue putu. Kesenjangan sosial, drastis abis. Kalo balik kampus, gue selalu kearah yang sama. Gue ke tanah baru, dia ke Gandul. Numpang idup di rumah ceweknya, eh atau mungkin jadi tukang cuci baju gue juga enggak tau. Kalo balik, gue sama si Ibnu pasti lewat UI. Gue selalu jailin anak-anak UI bareng dia. contohnya gue suka teriakin orang-orang disekitaran UI belaga sok kenal. Gak ngerti juga biar dikata anak UI atau apa, benang merahnya sih kita sarap. Gue inget ada satu cewek gempal duduk di Halte UI, terus si Ibnu dengan PD akutnya benerin jambul serepet jebretnya, sambil buka kaca helm "Heeeeii... akooh duluwan yuaa!" terakhir gue liat si cewek gempal kejang-kejang. Lain lagi Windu. Bongsor abis. Gue kalo ngobrol harus ngedangak dulu baru bisa ngobrol. Mau nyari meja buat naik kelamaan, yaudah gue jingjit. Kalo dia jalan bumi bergetar, angin ribut disana sini, petir datang *ini cuma bayangan gue tentang sinema laga indosiar* Windu duduk persis di belakang gue. Gue pikir tadinya senior yang ngulang kelas, ternyata satu angkatan. Windu sohib gue yang berotak encer. Enggak seencer ingus gue juga kalo lagi pilek. Kasarnya, merem pun bisa jalan sambil koprol. Dia juga salah satu sahabat gue di bangku kuliah. Sampe sekarang suka manggil "brah". Bukan bra. Kata sapaan seorang sahabat yang bakalan selalu gue inget sampe kapan pun.
Jihan, sahabat gue. Sama seperti Ibnu dan Windu. Mungkin Jihan hadir untuk menjadi pelengkap tulang rusuknya Windu. Bukan! Windu gak punya kelainan tulang rusuk. Maksud gue, Jihan adalah orang yang semesta pilih untuk bertemu dengan Windu di abad 21. Seseorang yang telah terseleksi oleh alam untuk melengkapi hidupnya Windu, menjadi bagian yang diikat oleh sebuah perasaan, yang kita tau itu sebagai cinta. Mereka cukup lama berpacaran. Iya, gue punya sahabat sepasang kekasih. Mau dari pihak cewek atau cowok, keduanya sahabat gue. Sahabat terbaik gue. Sahabat yang udah gue anggep kayak sodara sendiri. Jihan tipikal cewek tomboy, enggak sepenuhnya tomboy. Coba aja lo ambil kucing, terus lo lempar ke Jihan. 5 menit kemudian lo masuk ruang UGD. Jihan takut kucing, ampun-ampunan. Windu suka kucing. Bertolak belakang abis. Tapi mereka serasi. Gue juga gak tau liat dari sisi mana, tapi mereka serasi. Ada sesuatu yang mereka punya, yang pasangan lain gak punya. Sesuatu yang spesial. Lebih dari martabak spesial. Gue juga kenal sama keluarganya Jihan. Gue ada sedikit darah arab, Jihan penuh. Gue sama temen-temen yang lain punya tempat favorit kalo main ke Ciangsana, rumah Jihan. Ada satu kali besar dimana lo bebas berenang sesuka hati. Bergaya duyung juga gapapa, terserah. Dari situ langsung cabut ke tukang roti bakar deket rumah Jihan. Sore hari, ditemenin teh hangat, moment yang gak akan pernah gue lupain bareng mereka semua.
Obrolan pertama kami, diakhir mata kuliah PTKI. Hari itu, Pak Priyo membagi kelompok untuk mata kuliahnya. Dari situlah, gue mulai bersahabat dengan mereka. Persis di depan pintu G127, dilorong lantai itu. Persahabatan kami dimulai.
koridor
Satu persatu anak keluar dari ruang itu. Ini jamnya istirahat. Gue dan mereka, sahabat-sahabat baru gue itu diam, canggung satu sama lain tepat di depan pintu G127. Tito, yang memulai pembicaraan. Dan gue masih ingat betul apa yang dia bilang..
Tito : "Eh kita satu kelompok nih, kenalan dulu dong!"
Gue sama yang lainnya saling mengenalkan diri, kecuali Jihan. Jihan sama Tito udah saling mengenal, mereka satu SMA. Disitu juga ada Ibnu, yang masih canggung diam. Sekedar memberikan senyum. Windu, dengan idenya. Dia ngasih usul waktu itu.
Windu : "Ke rumah gue aja, masuknya masih lama kan? jam
setengah dua. Sekalian kita cari materi buat
kelompok Pak Priyo."
Suasana mulai cair, semua mengiakan. Kita semua pergi ke rumah Windu. Disitu semua mulai akrab satu sama lain. Kemudian berlanjut, dan berlanjut hingga kami menjadi sahabat seperti saat ini, hingga detik ini. Kami lebih menganggap seperti sodara satu sama lain. Gue selalu ingat, kemana gue sama mereka harus pergi setiap istirahat tiba. Kemana kami harus mencari tempat makan nyaman, tempat dimana semua cerita persahabatan kami terjalanin satu sama lain. Warteg Hikmah 1. Letaknya gak jauh dari kampus. Hampir setiap hari gue sama mereka makan disana. Gue, inget. Gue selalu pilih menu yang sama, sampe hari terakhir kemarin setelah uts. Bahkan, Mbae (panggilan kami sama mba wartegnya). Mbae selalu inget muka gue sama yang lain. Gue yakin. Bahkan waktu Jihan gak ikut makan disatu hari, waktu dia sakit di rawat. Mbae nyariin Jihan. Hahaha apa mungkin gue, mereka, dan Mbae ada ikatan batin?
Mbae selalu bilang "Bismillah" kalo mau ngasih makanan yang udah kita pesan. Kalo mau bayar, gue sama yang lain selalu teriak "Mbaaeeee.. berhitung!"
warteg hikmah 1
Gue bakal kangen sama moment-moment sederhana kayak gitu. Mungkin tiga-lima tahun lagi warteg Mbae udah pake teknologi canggih, gak sesederhana kayak foto diatas :D
Biasanya, kalo gue sama yang lain abis makan disini, kita langsung tidur-tiduran atau sekedar ngobrol di teras masjid depan warteg Mbae. Masjidnya lumayan besar, teduh buat tidur. Sambil nunggu adzan Dzuhur, gue sama mereka ngobrol segala macem. Dari mulai hal sepele sampe masalah materi kuliah, kuis, dan lain-lain. Kadang kalo udah pada tidur, ada yang terpaksa bangun duluan buat sekedar bangunin, soalnya udah adzan. Ganti-gantian sih, kadang Ibnu, kadang Windu. "Wooooii.. bangun udah adzan, cepetan wudhu". Hal-hal kayak gitu yang bikin kangen jaman-jaman kuliah tingkat 1 bareng mereka, rangers. Kadang, Jihan sama Ibnu asik main game dari hp Ibnu. namanya game pinguin. Gambarnya pinguin bogel. Gak jelas, sejenis petualangan. Gue gak minat. Gue lebih sering bengong, sadar-sadar ketiduran. Kadang juga suka main game dari hp Windu, bowling. Mainnya, itu handphone harus digerakin dulu pake tangan, di shake. Baru deh bolanya jalan, sampe dapet strike. Kadang kita suka pada heboh sendiri mainnya. Kayak anak idiot yang terdampar diemperan masjid.
teras masjid yang gue maksud
disitu.. ditempat itu, gue sama mereka banyak ngobrol, ngebanyol, nyeletuk cerita-cerita tolol masing-masing. Banyak hal yang lain yang sering terjadi sama anak-anak 1IA03. Keberuntungan lainnya, dimana gue bisa mengenal Putri, Alfi, Pras, Dita, Oby, Debby, Nicky. Mereka, juga sama. Sering ikut ngumpul bareng. Karokean, makan stik moen-moen, ngalay ke kebun binatang bareng anak 1IA03 lainnya. Seperti moment dimana gue sama Alfi harus kedinginan sepulang dari Cibodas. Sepanjang perjalanan yang enggak akan pernah gue lupain. Kabut nutupin semua bahu jalan, kita semua konvoi motor. Kalo Rhoma Irama bilang "Masa muda masa yang berapi-api" Iya banget! Kali ini gue mau setuju samadangdut. Sedikit. Kita enggak akan pernah tau apa yang terjadi dikedepannya. Gue cuma berharap, masih ada komunikasi satu sama lain. Layaknya sahabat, sodara yang saling membantu satu sama lain. Gue, juga akan berusaha ngebantu disaat mereka emang butuh bantuan. Perjalanan panjang hidup manusia emang enggak akan pernah berenti sampe disini. Tapi mereka, udah jadi bagian dari rencana Tuhan. Mereka menjadi pelengkap dari potongan kisah yang ada, kisah yang udah pernah terjadi dan akan terus berlanjut kedepan. Mereka teman, sahabat, dan sodara terbaik yang semesta atur untuk dipertemukan satu sama lain. Dari awal yang tidak saling mengenal, jadi saling mengenal. Menciptakan cerita baru bersama mereka. Mereka.. adalah orang-orang yang hebat.
Satu persatu anak keluar dari ruang itu. Ini jamnya istirahat. Gue dan mereka, sahabat-sahabat baru gue itu diam, canggung satu sama lain tepat di depan pintu G127. Tito, yang memulai pembicaraan. Dan gue masih ingat betul apa yang dia bilang..
Tito : "Eh kita satu kelompok nih, kenalan dulu dong!"
Gue sama yang lainnya saling mengenalkan diri, kecuali Jihan. Jihan sama Tito udah saling mengenal, mereka satu SMA. Disitu juga ada Ibnu, yang masih canggung diam. Sekedar memberikan senyum. Windu, dengan idenya. Dia ngasih usul waktu itu.
Windu : "Ke rumah gue aja, masuknya masih lama kan? jam
setengah dua. Sekalian kita cari materi buat
kelompok Pak Priyo."
Suasana mulai cair, semua mengiakan. Kita semua pergi ke rumah Windu. Disitu semua mulai akrab satu sama lain. Kemudian berlanjut, dan berlanjut hingga kami menjadi sahabat seperti saat ini, hingga detik ini. Kami lebih menganggap seperti sodara satu sama lain. Gue selalu ingat, kemana gue sama mereka harus pergi setiap istirahat tiba. Kemana kami harus mencari tempat makan nyaman, tempat dimana semua cerita persahabatan kami terjalanin satu sama lain. Warteg Hikmah 1. Letaknya gak jauh dari kampus. Hampir setiap hari gue sama mereka makan disana. Gue, inget. Gue selalu pilih menu yang sama, sampe hari terakhir kemarin setelah uts. Bahkan, Mbae (panggilan kami sama mba wartegnya). Mbae selalu inget muka gue sama yang lain. Gue yakin. Bahkan waktu Jihan gak ikut makan disatu hari, waktu dia sakit di rawat. Mbae nyariin Jihan. Hahaha apa mungkin gue, mereka, dan Mbae ada ikatan batin?
Mbae selalu bilang "Bismillah" kalo mau ngasih makanan yang udah kita pesan. Kalo mau bayar, gue sama yang lain selalu teriak "Mbaaeeee.. berhitung!"
warteg hikmah 1
Gue bakal kangen sama moment-moment sederhana kayak gitu. Mungkin tiga-lima tahun lagi warteg Mbae udah pake teknologi canggih, gak sesederhana kayak foto diatas :D
Biasanya, kalo gue sama yang lain abis makan disini, kita langsung tidur-tiduran atau sekedar ngobrol di teras masjid depan warteg Mbae. Masjidnya lumayan besar, teduh buat tidur. Sambil nunggu adzan Dzuhur, gue sama mereka ngobrol segala macem. Dari mulai hal sepele sampe masalah materi kuliah, kuis, dan lain-lain. Kadang kalo udah pada tidur, ada yang terpaksa bangun duluan buat sekedar bangunin, soalnya udah adzan. Ganti-gantian sih, kadang Ibnu, kadang Windu. "Wooooii.. bangun udah adzan, cepetan wudhu". Hal-hal kayak gitu yang bikin kangen jaman-jaman kuliah tingkat 1 bareng mereka, rangers. Kadang, Jihan sama Ibnu asik main game dari hp Ibnu. namanya game pinguin. Gambarnya pinguin bogel. Gak jelas, sejenis petualangan. Gue gak minat. Gue lebih sering bengong, sadar-sadar ketiduran. Kadang juga suka main game dari hp Windu, bowling. Mainnya, itu handphone harus digerakin dulu pake tangan, di shake. Baru deh bolanya jalan, sampe dapet strike. Kadang kita suka pada heboh sendiri mainnya. Kayak anak idiot yang terdampar diemperan masjid.
teras masjid yang gue maksud
disitu.. ditempat itu, gue sama mereka banyak ngobrol, ngebanyol, nyeletuk cerita-cerita tolol masing-masing. Banyak hal yang lain yang sering terjadi sama anak-anak 1IA03. Keberuntungan lainnya, dimana gue bisa mengenal Putri, Alfi, Pras, Dita, Oby, Debby, Nicky. Mereka, juga sama. Sering ikut ngumpul bareng. Karokean, makan stik moen-moen, ngalay ke kebun binatang bareng anak 1IA03 lainnya. Seperti moment dimana gue sama Alfi harus kedinginan sepulang dari Cibodas. Sepanjang perjalanan yang enggak akan pernah gue lupain. Kabut nutupin semua bahu jalan, kita semua konvoi motor. Kalo Rhoma Irama bilang "Masa muda masa yang berapi-api" Iya banget! Kali ini gue mau setuju sama
sama seperti kelas ini.. kelas yang dulu ramai dengan suara mereka, sekarang sepi. Bahkan waktu kemarin gue sengaja dateng masuk ke ruang G127 ini, bangku-bangku udah disusun kayak gambar diatas. Untuk persiapan menyambut mahasiswa baru. Kelas, dimana setahun yang lalu gue dan mereka bertemu, sekarang udah kosong. Kita semua saling berpencar satu sama lain, melanjutkan apa yang seharusnya diperjuangkan. Semoga, dengan semua cerita yang udah dibawa satu sama lain, pertemanan ini akan terus berlanjut hingga nanti. Terimakasih sudah hadir selama satu tahun yang panjang dan penuh kejutan. Terimakasih sudah menjadi bagian dalam sejarah pertemanan yang cukup baik. Kelak, ketika satu sama lain sudah sukses. Jangan pernah lupakan kebersamaan yang dulu pernah terjalin disini. Di tempat ini, dan pada jalur kisah yang sudah terekam oleh memori persahabatan. Kalian adalah sahabat-sahabat terbaik yang gue temuin di bangku kuliah.
- IIA03 -
0 komentar:
Posting Komentar