W A T C H

Pertemuan Pertama Dengan Anindita Rachmawati

Minggu, 29 Agustus 2010

''Anindita..'' sambil ngulurin tangan kanannya waktu itu
''Oh, Yundai..'' saya jawab seperlunya. waktu itu rambut solmet masih pendek, sasak pendek. kaya Ayusita baru sembuh struk. solmet panggilan dari saya untuk Anindita. dia salah satu sahabat saya yang benar-benar mengenal saya dari awal masuk SMA.
Mungkin, kalo masjid butuh toa baru, bisa iket solmet diatas kubah masjid. suaranya lebih dari teriakan kudanil melahirkan.

Dia adalah perempuan tanggung, hebat, dan begitu saya kenal untuk ukuran wanita berusia 17 tahun. seorang ketua paskibra, yang tidak dihargai beberapa bawahannya. seorang anggota osis, yang lantang berbicara fakta atas segala apa yang ada dihatinya. dia, bahkan lebih hebat dari sekumpulan manusia yang pandai mengkoyak tubuhnya dari belakang, membentang silet untuk menjatuhkannya. tapi, Anindita begitu tegar.
''jangan pernah rapuh, jangan pernah bersedih.. karena lo akan menjadi orang yang kuat karena lo hebat'' kata itu yang bisa saya berikan ketika dia merasa terjatuh, terhempas. layaknya daun.. daun yang diterpa angin kencang. Dibuai, dihempaskan oleh nestapa kehidupan. dengan begitu dia akan tetap tegar. bahkan diakhir perjuangan kami yang lalu, saya tetap bangga.. bangga karena Anindita tetap memiliki hati yang kuat, seperti apa yang selalu saya sugestikan, untuk sahabat saya ini. Siapapun yang menganggap Anindita rendah, tak berharga, jauh dari lubuh hati saya... Mereka tidak lebih hebat dari sahabat saya.. Sahabat yang jiwanya lebih keras dan kokoh dari batu karang. Dan Anindita, tidak seperti sepatu kaca.. Cantik tetapi rapuh. Dia lebih seperti dirinya sendiri, yang berjalan dan tenang menghadapi hidup dibalut makna untuk kebaikan dirinya sendiri..

Solmet, mulai dari situlah.. Saya sakin, semua jalan yang telah dilalui adalah awal dari sebuah pertanyaan yang selalu lo pertanyakan sepanjang jam mata pelajaran di sekolah. dan celah-celah bangku sekolah yang tahu, apa yang lo ingini dan lo akan lakukan dikemudian hari.

Orang yang tidak dapat mengambil pelajaran dari masa seribu tahun, hidup tanpa memanfaatkan akalnya.. Tapi lo, dan saya yakin.. Lo selalu mengambil setiap pecahan makna yang telah lo terima dari setiap kepingan kehidupan yang telah dilalui.. Bahkan saya sempat ikut dalam beberapa bagian pecahan kisah itu kan? Karena saya, sahabat yang selalu mau ada disaat lo merasa kebahagiaan datang, dan kesedihan datang tanpa mengetuk pintu hati kita..

Terimakasih selalu menjadi sahabat terbaik saya, mengingat ulangtahun saya, berada pada titik menenangkan disaat saya terjatuh dan merasa rapuh, san mau ikut merasa bahagia disaat saya benar-benar bahagia. terimakasih Solmet.. Terimakasih...

Tetaplah tegar, sahabatku.. Tetaplah tegar, setegar namamu..
Anindita Rachmawati